Demo Sopir Truk ODOL Jadi Panggung Protes Raksasa Beroda Enam
Bayangkan kamu sedang di jalan, buru-buru mau jemput anak pulang sekolah atau mau nguber promo flash sale di minimarket, eh tiba-tiba... semua jalanan macet total. Bukan karena banjir atau artis TikTok bikin konten viral, tapi karena ratusan truk besar konvoi sambil membentangkan bendera sepanjang satu kilometer. Selamat datang di “Demo ODOL 2025”, aksi mogok kerja sopir truk yang bikin Surabaya dan sekitarnya mendadak jadi panggung unjuk rasa bermuatan berat!
Apa Itu ODOL dan Kenapa Bikin Ribut?
Sebelum kamu mengira ODOL ini singkatan dari “odol gigi” yang salah sasaran demo, mari kita luruskan. ODOL dalam konteks ini adalah singkatan dari Over Dimension dan Over Load. Jadi bukan masalah sikat gigi, tapi tentang truk-truk yang kelebihan muatan dan dimensi alias melebihi kapasitas semestinya.
Pemerintah lewat Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian sebenarnya sudah merencanakan penerapan kebijakan Zero ODOL sejak tahun 2021. Tapi ya seperti sinetron yang episodenya gak habis-habis, implementasinya molor terus karena pandemi dan tekanan dari pelaku industri. Nah, tahun 2025 ini, kebijakan itu akhirnya mau diterapkan penuh—dan mulailah demo truk di mana-mana.
Demo Sopir Truk Hari Ini: Ratusan Truk “Nge-pitch” di Jalanan
Kamis, 19 Juni 2025, jadi hari bersejarah. Sekitar 700 pengemudi truk tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) menggelar demo sopir truk ODOL dengan titik kumpul di Puspa Agro, Sidoarjo. Dari sana, mereka konvoi ke Kantor Dinas Perhubungan Jatim, Mapolda, hingga ke Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan, Surabaya.
Jalan Ahmad Yani macet total, truk ODOL parkir berjajar sambil membentangkan bendera merah putih. Beberapa warga bahkan bilang ini seperti pawai kemerdekaan—hanya saja temanya adalah “Kemerdekaan dari Peraturan ODOL”.
RUU ODOL dan Tuntutan Para Sopir
Dalam aksi demo ODOL 2025 ini, para sopir menuntut revisi terhadap UU ODOL (lebih tepatnya UU Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009) karena dianggap memberatkan mereka. Menurut Angga Ferdiansyah, koordinator aksi, para sopir sebenarnya tidak ingin mengangkut melebihi kapasitas. Tapi apa daya, industri dan pasar menuntut efisiensi yang ujung-ujungnya bikin sopir harus angkut muatan “segede dosa mantan”.
Ada enam tuntutan utama yang disuarakan:
-
Hentikan operasi ODOL sampai ada sosialisasi menyeluruh.
-
Revisi tarif logistik agar sopir bisa makan enak tanpa perlu ODOL.
-
Revisi UU LLAJ No. 22/2009.
-
Perlindungan hukum bagi sopir yang hanya menjalankan perintah.
-
Pemberantasan pungli dan premanisme di jalan.
-
Penegakan hukum yang adil—jangan sopir kecil terus yang ditindak.
Sopir Truk: Korban Kebijakan yang Setengah Matang?
Aksi demo sopir truk hari ini bukan cuma terjadi di Surabaya. Di Boyolali, Karawang, hingga berbagai daerah lain di Jawa, sopir truk juga melakukan hal yang sama. Dari pengakuan para sopir, mereka merasa seolah jadi kambing hitam atas kebijakan yang nggak menyentuh akar masalah: yaitu perusahaan besar dan sistem logistik yang tidak adil.
“Kalau angkutannya gak ODOL, uang bensin aja nggak cukup, apalagi buat bawa pulang buat anak istri,” curhat Mbah Men, salah satu sopir truk senior yang jadi juru bicara tidak resmi demo ini. “Kita ini cuma eksekutor, yang nyuruh muat segitu siapa? Tapi yang kena kita.”
Demo Truk ODOL: Antara Aspirasi dan Kemacetan
Sebagai warga sipil yang cuma bisa ngedumel pas kejebak macet, kita memang bisa tergoda buat bilang, “Kenapa sih demo harus di jalan?” Tapi coba pakai empati barang satu liter: para sopir ini bukan sedang liburan, mereka sedang memperjuangkan hak hidup yang layak. Ketika sistem terlalu berat di atas dan penegakan hukumnya cuma menyasar level bawah, ya jalananlah yang jadi ruang menyuarakan protes.
Aksi demo truk ini jelas berdampak. Jalan-jalan utama macet, distribusi barang tersendat, dan banyak pihak ikut kelabakan. Tapi justru dari sini kita harus sadar: para sopir truk ini adalah tulang punggung logistik nasional. Kalau mereka mogok, ekonomi juga bisa tersedak.
Aturan ODOL: Antara Idealisme dan Realita
Kebijakan Zero ODOL memang lahir dari niat baik—untuk meningkatkan keselamatan jalan dan menjaga infrastruktur. Truk ODOL bikin jembatan cepat rusak, jalan berlubang, dan potensi kecelakaan meningkat. Tapi peraturan yang baik pun bisa gagal jika implementasinya tidak adil dan tidak disiapkan dengan matang.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, Joko Setyowarno, bilang bahwa tanpa roadmap yang jelas, kebijakan ini cuma akan jadi slogan. Fungsi jembatan timbang sebagai pengendali pun lemah, dan akhirnya yang jadi korban tetap sopir.
Lalu, Solusinya Apa?
Demo hari ini harusnya jadi wake-up call bagi semua pihak: pemerintah, industri, dan masyarakat. Solusinya gak bisa cuma dengan sweeping truk ODOL di jalan. Yang dibutuhkan adalah:
-
Revisi tarif logistik dan harga angkutan agar sopir tak perlu “ODOL” demi bertahan.
-
Penindakan yang adil, termasuk pada perusahaan besar yang “main belakang”.
-
Edukasi dan pendampingan bagi pengemudi, bukan sekadar penindakan.
-
Digitalisasi jembatan timbang dan transparansi penegakan hukum.
-
Forum diskusi rutin antara pemerintah dan komunitas sopir.
Penutup: Kalau ODOL Gak Tuntas, Sopir Bisa Tidur di Depan Kantor Gubernur
Salah satu bentuk ultimatum para sopir adalah... tidur tiga hari di depan Kantor Gubernur jika tuntutan mereka tidak direspons. Bukan karena pengin staycation gratis, tapi sebagai bentuk kekecewaan dan harapan agar mereka didengar.
Sebagai rakyat biasa, kita bisa bantu dengan satu hal penting: jangan cuma menyalahkan. Lihat lebih dalam bahwa truk ODOL bukan soal pelanggaran semata, tapi soal ketidakadilan sistemik. Semoga dari demo ODOL 2025 ini lahir solusi, bukan sekadar janji manis.
Dan kalau kamu masih ngira ODOL itu pasta gigi, wah, mending ikut demo aja deh biar tercerahkan.