Review Buku Silampari, Hikayat Putri yang Hilang
Halo, teman-teman! Kali ini aku mau ngajak kalian jalan-jalan ke sebuah kisah menarik dari buku Silampari: Hikayat Putri yang Hilang karya Swandi Syam. Ada yang sudah sempat baca? Aku sendiri lagi semangat banget setelah dapat bukunya dari Bang Benny Arnas, penulis Kayu Lapuk Membuat Kapal. Buku ini bener-bener istimewa buatku. Isinya mengangkat hikayat yang terkenal di daerahku, tapi jujur saja, aku baru benar-benar mengenalnya setelah baca buku ini.
Dulu waktu kecil, guru maupun orang tua nggak pernah cerita soal kisah ini, jadi rasanya seperti menemukan harta karun yang selama ini tersembunyi. Nah, biar kamu nggak penasaran, aku kasih dulu sedikit sinopsisnya.
SINOPSIS SILAMPARI, HIKAYAT PUTRI YANG HILANG
Kita mulai dari sinopsis dulu. Di Kerajaan Ulak Lebar, Raja Biku hidup dengan permaisuri yang istimewa karena keturunan Dewa dari khayangan. Mereka sangat bahagia, tapi sedih karena belum memiliki anak.
Suatu malam, Dewata memberi petunjuk lewat mimpi pada permaisuri. Dia mimpi tentang bunga dengan enam kelopak, yang berarti dia akan memiliki enam anak. Anak pertama adalah Sebudur, lalu lima adiknya semuanya perempuan bernama Dayang dengan nama belakang yang berbeda.
Ini adalah anugerah Dewata pada Raja Biku. Mereka semua berjanji suatu saat nanti akan kembali ke asal mereka.
Raja Biku menjadi orang pertama yang kembali ke asal, hilang di Laut China. Sebudur mencari ayahnya dan menemukan penculikan Dayang Torek yang kemudian melahirkan bayi keturunan Sultan Palembang.
Sebudur khawatir reputasi kerajaan akan rusak, sehingga ia memutuskan untuk membuat bayi tersebut mati. Dayang Torek tidak setuju, ia memohon kepada Dewata untuk kembali ke khayangan. Hilangnya Dayang Torek menjadi awal kisah putri yang hilang ini.
"Silam" artinya hilang, "pari" artinya peri atau putri dari khayangan. Setelah Dayang Torek, adiknya hilang di Rejang Lebong, dan kemudian adik-adiknya yang lain, bahkan Permaisuri dan Sebudur.
REVIEW BUKU SILAMPARI, HIKAYAT PUTRI YANG HILANG
Yang bikin aku excited dari buku ini adalah cara Pak Swandi Syam membungkusnya dalam format hikayat. Jadi bukan sekadar cerita rakyat biasa, tapi ada rasa klasik yang elegan di dalamnya. Dari judulnya saja sudah bikin penasaran, Hikayat Putri yang Hilang. Yang ternyata bukan cuma sang putri yang hilang, tapi juga sang putra, Si Sebudur. Aku sampai mikir, mungkin ada alasan khusus kenapa penulis atau penyunting lebih menyoroti si putri dalam judulnya.
Hal lain yang aku suka adalah bahasanya ringan banget. Nggak ribet, nggak bikin kening berkerut. Anak muda bisa langsung nyambung kalau baca. Aku pribadi bisa menyelesaikan buku ini dalam sekali duduk, karena tulisannya ngalir dan enak banget dibaca. Rasanya kayak lagi ditemenin orang tua yang lagi bercerita di ruang tamu, santai tapi tetap bikin kita larut.
Tapi ya, aku juga punya sedikit catatan. Bukunya tipis banget. Jadi pas lagi asyik, eh, tiba-tiba sudah habis. Kalau konfliknya bisa diperluas, pasti lebih greget dan panjang. Cuma memang harus diingat, ini hikayat, bukan cerita rakyat yang biasanya lebih bebas dikembangkan. Siapa tahu, suatu saat nanti ada versi cerita rakyat dari Silampari yang lebih detail dan kompleks.
Sayangnya, buku ini masih terbatas beredar di Lubuklinggau. Jadi banyak orang di luar sana yang belum sempat kenal, padahal sudah masuk cetakan kedua lho. Rasanya sayang banget kalau karya sebagus ini cuma dinikmati di lingkup lokal.
Secara keseluruhan, menurutku buku Silampari: Hikayat Putri yang Hilang ini layak banget dibaca, apalagi buat kalian yang suka cerita-cerita daerah dengan nuansa klasik. Meski singkat, kisahnya tetap membekas, dan buat aku pribadi, membaca buku ini seperti menemukan potongan kecil dari sejarah yang selama ini tersembunyi.
Edit: saat ini buku ini dapat juga dibeli melalui blibli, dengan mengunjungi tautan berikut https://www.blibli.com/p/buku-original-silampari-hikayat-putri-yang-hilang-suwandi-syam/ps--SHS-70550-13994
PESAN MORAL SILAMPARI, HIKAYAT PUTRI YANG HILANG
Hikayat yang mengalir dari kisah para peri ini menyimpan begitu banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik. Setiap babak kehidupan yang terukir dalam takdirnya sendiri memiliki pesan tersendiri bagi kita:
- Takdir Menjadi Fondasi Kehidupan: Kita lahir dengan takdir yang telah tertulis. Mulai dari penciptaan hingga saat kita menghembuskan napas terakhir. Semua itu telah menjadi bagian dari rencana yang lebih besar.
- Keterbukaan untuk Menerima: Buku silampari mengingatkan kita untuk memperluas cakrawala pikiran dan hati. Melonggarkan diri dari keterbatasan pemikiran serta menerima segala yang datang dengan lapang dada.
- Kebijaksanaan Sabar: Kehadiran kesabaran sebagai nilai yang tak ternilai harganya dalam menjalani kehidupan. Menjaga ketenangan di tengah riuhnya dunia.
- Kerendahan Hati dan Keterhubungan dengan Alam: Pesan untuk tidak terlalu keras hati dan tetap terhubung dengan bumi serta lingkungan sekitar. Belajar melihat dunia dari perspektif yang berbeda serta mencintai bumi tempat kita tinggal.
Setiap penggalan dari hikayat ini membawa pemahaman yang mendalam tentang kehidupan dan bagaimana kita bisa lebih bijaksana dalam menjalaninya. Hal-hal kecil yang terlihat sepele bisa mengandung pesan besar yang membentuk cara kita memandang dan menjalani hidup.
KESIMPULAN
Hikayat Silampari: Putri yang Hilang berkisah tentang Kerajaan Ulak Lebar dengan Raja Biku dan Permaisuri yang bahagia meski lama tak punya anak. Lewat mimpi, sang Permaisuri mendapat petunjuk dari Dewata bahwa mereka akan dikaruniai enam anak. Namun perjalanan hidup keluarga kerajaan justru dipenuhi tragedi—dari hilangnya Raja Biku di Laut China, penculikan, hingga lahirnya keturunan Sultan Palembang dari Dayang Torek. Semua itu menjadi latar hilangnya para putri dan Si Sebudur.
Ditulis dalam format hikayat dengan bahasa ringan, buku ini mudah dipahami. Sayangnya, ceritanya cukup tipis dan hanya beredar terbatas di Lubuklinggau, sehingga belum banyak dikenal luas, tapi untungnya sekarang sudah tersedia di marketplace.
Meski begitu, hikayat ini tetap menarik bagi pecinta kisah daerah. Pesan moralnya menyentuh: tentang takdir, kesabaran, kedermawanan, pentingnya menjaga lingkungan, dan bahaya sikap egois. Ke depan, mungkin akan lahir versi cerita rakyat yang lebih panjang dan kompleks, tapi hikayat ini sudah memberi kita banyak pelajaran berharga.